Cinta itu butuh kesabaran..
Sampai di manakah kita harus bersabar menanti
cinta kita..?
Hari itu, aku dengannya berkomitmen untuk
menjaga cinta kita..
Aku menjadi perempuan yang paling bahagia..
Pernikahan kami sederhana namun meriah..
Ia menjadi pria yang sangat romantis pada
saat itu.
Aku bersyukur menikah dengan seorang pria
yang sholeh, pintar dan mapan pula.
Ketika kami berpacaran dia sudah sukses dalam
karirnya,
Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janji
kita saat pacaran dulu, dan setelah menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke
tanah suci.
Aku sangat bahagia dengannya, dan dianya juga
sangat memanjakan aku.. sangat terlihat dari rasa cinta dan sayangnya padaku.
Banyak orang yang bilang kami adalah pasangan
yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimna suamiku memanjakan ku. Dan aku
bahgia menikah dengannya.
Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami
istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya
hidup berdua saja karenasampai saat ini
aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah
keharmonisan rumah tangga kami.
Karena dia anak laki laki satu”.nya dalam
keluarganya, jadi aku harus berusaha memberi penerus generasi baginya.
Alhamdulillah saat itu suami ku mendukungku,
ia menganggap allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipannya.
Tapi, keluarganya mulai resah. Dari awal kami
menikah, ibu dan adiknya tidak menyukaiku, aku sering mendapatkan perlakuan
yang tidak mnyenangkan dari mereka, namun aku slalu menutupi hal itu dari
suamiku. Di depan suamiku mereka berlaku sangat baik kepada ku, tapi, di
belakang suamiku aku di hina-hina oleh mereka.
Pernah satu tahun usia pernikahan kami,
suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suamiku selamat
dari maut yang hampir membuatku menjadi seorang janda itu.
Ia di rawat di rumah sakit pada saat dia
belum sadarkan diri dari kecelakaannya. Aku selalu menemaninya siang dan malam
sambil ku bacakan ayat suci alqur’an. Aku sibuk bolak balik dari rumah sakit
dan dari tempat aku melakukan aktivitas sosialku, aku sibuk mengurus suamiku
yang sakit karena kecelakaan.
Namun saat aku kembali ke rumah sakit setelah
dari rumah kami, aku melihat di dalam kamarnya ada ibu, adiknya dan teman-teman
suamiku, dan saat itu juga.. aku melihat ada seorang wanita sangat akrab
mengobrol dengan ibu mertuaku, mereka tertawa menghibur suamiku.
Alhamdulillah ternyata suamiku sudah sadar,
aku menangis ketika melihat suamiku sudah sdar, tapi, aku tak boleh sedih di
hadapannya.
Kubuka tutup pintu yang rapat itu sambil
mengatakan “assalamu’alikum” dan mereka menjawab salamku. Aku berdiam sejenak
didepan pintu dan mereka semua melihatku, suamiku menatapku penuh manja,
mungkin ia kengen padaku karena sudah 5 hari matanya tertutp.
Tanganya melambai, mengisyaratkan aku utnuk
memegang erat tanganya. Setelah aku menghampirinya, ku cium tangannya sambil
berkata “assalamualaikum”, ia pun menjawab salam ku dengan suara merintih namun
penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.
Lalu, ibunya berbicra dengan ku.
“Fish, kenalkan ini Laila teman Fikri”.
Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman
baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Dina dan dia sangat cantik
dan akrab dengan suamiku. Hingga akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga.
Akupun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam
ruangan tersebut, aku tak mengerti apa yang merka bicarakan.
Aku sibuk membersihkan dan mengobati
luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku mebersihkan mukanya, tiba tiba
adik iparku yang bernama Dian mengajakku keluar keluar, ia minta di temani ke
kantin. Dan suamiku pun menginjinkannya, kemudian akupun menemaninya.
Tapi ketika di luar adik iparku berkata
“lebih baik kau pulang saja, ada kami yang mengurus abang disini, kau istirahat
saja”.
Anehnya, aku tak boleh berpamitan dengan
suamiku, dengan alasan abang harus banyak istirahat dan karena psikologinya
masih labil. Aku berdebat dengan adik iparku dan mempertanyakan kenapa aku
tidak boleh berpamitan dengan suamiku.
Tapi, tiba tiba ibu mertuaku datang, dia juga
mengatakan hal itu juga. Nantinya dia akan memberikan alasan pada suamiku
mengapa aku pulang tidak berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa
kata ibunya, baik ibunya salah atau tidak, suamiku selau membenarkannya.
Akhirnya akupun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.
Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan
untuk menjenguk suamiku sampai kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa
menangis mengapa mereka sangat membenciku.
Hari itu.. aku menangis tanpa sebab, yang ada
di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya terbagi dengan yang
lain.
Pagi itu, pada saat aku membersihkan
pekarangan rumah kami, suamiku memanggilku ke taman belakang, ia baru saja
selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat
ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.
Aku bertanya “ ada apa kamu memanggilku?”
Ia berkata “besok aku akan menjenguk
keluargaku di sabang “.
Aku menjawab, “ iya sayang... aku tahu, aku
sudah mengemasi barang” kami di travel bag dan kamu sudah memgang tiket belum?
“
“Ya, tapi aku tak akan lama disana, Cuma 3
minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku
sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan mamaku”, jawabnya tegas.
“mengapa baru sekarang bicara, aku pikir Cuma
1 minggu kamu di sana?”, tanya balikkku kepadanya dengan penuh rasa penasaran
dan sedikit kecewa karena ia baru memberitahukan rencana kepulangannya itu,
padahal aku telah bersusah payah mencarikan tiket dengan suah payah.
“mama minta aku yang menemaninya saat pulang
nanti”, jawabnya tegas
“sekarang aku ingin seharian dengan kamu
karena 3 minngu tidak bertemu, iya kan?” lanjutnya lagi sambil memelukku dan
mencium keningku, hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh aku
tunjukkan kepadanya.
Bahgianya aku di manja dengan suami yang
penuh dengan rasa sayang dan cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil
kepadaku.
Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku
ingin bersama suamiku, tapi karena keluarganya tidak menyukaiku hanya karena
mereka cemburu pada suamiku yang sangat sayang padaku.
Kemudian aku memutuskan agar ia saja yang
pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga
kami.
Karena ini acara sakral bagi keluarganya,
jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, aku pun tetap tak akan
di perdulikan oleh keluarganya harus datang atau tidak. Tidak hadir justru
mebuat mereka sangat senang dan aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.
Malam sebelum kepergiannya, aku menangis
sambil mebereskan keperluan yang akan di bawa suamiku ke sabang, ia menatapku
dan menghapus air mata yang jatuh di pipiku lalu aku peluk erat dirinya. Hati
ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan akan terjadi sesuatu, aku hanya
bisa menangis karena akan di tinggal pergi olehnya.
Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini,
karena kami selalu berasma sama kemanapun ia pergi.
Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian
dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya pembantu sajalah teman
mengobrolku.
Hati ini sedih akan ditinggal pergi olehnya.
Sampai keesokan harinya, aku terus
menangis... menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesdih ini, perasaanku
tak enak, tapi aku tak bleh buruk sangka, aku hrus percaya pada suamiku. Dia
pasti akan selalu menelponku.
Berjauhan dengan suamiku, aku merasa sangat
tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai
seorang aktivis, jadinya aku tak selalu kesepian.
Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi
sangat memburuk dan akupun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali seperti
dililit oleh tali. Tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai” aku
mengalami pendarahan, aku dilarikan kerumah sakit oleh adik laki”ku yang
kebetulan menemaniku di sana, dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim
stadium tiga.
Aku menanngis, apa yang bisa aku banggakan
lagi.
Mertaku akan semakin menghinaku, suamiku yang
malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun, aku
hanya bisa memeluk adikku.
Aku kangen pada suamiku, aku selalu menunggu
ia pulang dan bertanya tanya. “kapankah ia segera pulang?” aku tak tahu..
Sementra suamiku disana, aku tak tahu mengapa
ia selalu marah marah jika menelponku. Bagaimana aku akan menceritakan
kondisiku jia ia selalu marah padaku.
Lebih baik aku tutupi dulu tentang hal ini
dan aku tidak ingin membuatnya khawatir selama ia berada di sabang.
Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang
dari sabang, aku akan cerita padanya. Setiap hari aku menanti suamiku pulang,
hari demi hari selalu aku hitung.
Sudah 3 minggu suamiku di sabang, malam itu
ketika aku sedang melihat foto foto kami ponselku berbunyi menandakan ada sms
yang masuk, kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms. Ia
menulis, “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku
akan kabari lagi”
Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin
marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yang akuu tunggu pun
tiba, aku menantinya dirumah.
Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang
cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dgn
nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yang buruk akhir
akhir ini.
Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya
dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang tangannya kedepan teras
namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki, dan
kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithon yang masuk kedalam rumah kami.
Setelah itu akupun berdiri langsung mencium
tangannya tapi apa reaksinya...
Masya allah... ia tidak mencium keningku, ia
hanya diam dan langsung naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa
bertanya kabarku.
Aku hanya berpikir, mungkin dia capek. Aku
pun segera merapikan bawaannya sampai akupun tertidur. Malam menujukkan 1/3
malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu allah, sang maha pencipta.
Biasanya kami selalu berjamaah, tapi karena
melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangunkannya. Aku hanya
mengelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku sholat tahajjud 8 rakaat
plus witir 3 rakaat.
Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun
lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami yang bersiap siap untuk pergi.
Alalu aku memanggilnya tapi ia takmendengar. Kemudian aku ambil jilbabku dan
aku berlari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yang bercecer dari
rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.
Aku merasa ada yang aneh dengan suamiku. Ada
apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?aku tidak bisa
diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung
menelpon ke rumh mertuaku dan kebetulan dian yang mengangkat telponnya, aku
bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan
enteng ia menjawab “loe pikir ajha sendiri” telpon pun lalu terputus.
Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam
kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari kota kelahirannya.
Mengapa ia tak mau bicara padaku, apalagi memanjakanku.
Semakin hari ia jadi orang yang pendiam,
seakan ia tlah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami, kami hanya
berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya. Selalu aku dari mana dan
mengapa aku pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yang keras. Mengapa
suamiku berubah.
Bahkan yang membuatku kaget, aku pernah di
tuduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang
telah menuduhku serendah itu, tapi aku teringat... bagaimnapun salahnya seorang
suami, status suami tetap di atas para istri, itu pedoman yang aku pegang. Aku
hanya berdoa agar suamiku sadar akan prilakunya.
2 tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah
juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang
asing yang baru saja berkenalan, kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna.
Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya dan menyiapkan
segala yang ia perlukan. Penyakitkupun masih aku simpan dengan baik dan
sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang aku minum. Kebahagiaanku
telah sirna, harapan menjadi ibupun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini
semua akan berakhir.
Bersyukurlah... aku punya penghasilan sendiri
dari aktifitasku sebagai guru ngaji, jadi aku tak perlu meminta uang padanya
hanya untuk pengobatan kankerku. Akupun hanya berobat semampuku.
Sungguh... suami yang dulu aku puja dan aku
banggakan, sekarang telah menjadi orang asing bagiku, setiap bertanya ia selalu
menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam
usai, suamiku memanggilku.
“ya. Ada apa Yah!” sahutku dengan memanggil
nama kesayangannya “Ayah”.
“lusa kita siap-siap ke sabang” jawabnya
tegas.
“ada apa?, mengapa?” sahutku dengan penuh
keheranan.
Astagfirullah... suamiku yang dulu lembut
tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan
diskusi untuk kami.
Dia mengatakan “kau ikut saja jangan banyak
tanya”.
Lalu akupun mengemasi barang” yang akan
dibawa ke sabang sambil menangis, sedih karena suamiku kini tak kenalku lagi.
5 tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula
dia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yang dulu hangat penuh
cinta yang di hiasi foto pernikahan kami, sekarang menjadi dingin.. sangat
dingin dari es batu. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku
berontak teriak, tapi aku tak bisa.
Suamiku tak suka dengan wanita yang kasar,
ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang”. Dia bilang perbuatan itu
menunjukkan sikap tidak kehormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar
menantinya bicara dan sabar mengobati penyaitku ini, dalam kesendirianku.
Kami telah sampai di sabang, aku masih lelah
karena semaleman tidak tidur karena masih memikirkan. Keluarga besarnya juga
telah berkumpul disana, termasuk ibu dan adikna. Aku tidak tahu ada acara apa
ini.
Aku dan suamikupun masuk ke kamar kami. Suamiku
tak betah didalam kamar tua itu, ia pun langsung keluar bergabung dengan
keluarga besarnya.
Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin
memasukkannya kedalam lemari tua yang berada didekat pintu kamar, lemari tua
yang sudah ada sebelum suamiku lahir, tiba” Tante Lia, tante yang sangat baik
kepadaku memanggilku untuk segera berkumpul di ruang tengah, akupun menuju
keruang keluarga yang berada di tengah rumah besar itu,yang tampak seperti
rumah peninggala zaman belanda.
Kemudian aku duduk di samping suamiku, dan
suamiku menunduk dengan rasa penuh kebisuan, aku tak berani bertanya kepadanya.
Tiba” neneknya membuka pembicaraan kami.
“baiklah karena kalian sudah berkumpul, nenek
pingin bicara dengan kamu Fisha” neneknya berbicara dengan sangat tegas dengan
sorot mata yang tajam.
“ada apa ya nek?” sahutku dengan penuh tanya.
Nenek pun menjawab “kau telah bergabung
dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini belum ada tanda” kehamilan
yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran”.
Aku menangis... untuk inikah aku didatangkan
kesini? Untuk dihina atau dipisahkan dengan suamiku?
“sebenarnya kami sudah punya calon untuk
Fikri, dari dulu.. sebelum kamu menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras
kepala, tak mau di atur dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.” Neneknya
berbicara sangat lantang.
Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah
suamiku yang kosong matanya.
“dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun
sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.
Sedangkan suamiku hanya terdiam saja, tapi
aku lihat air matanya. Ingin aku peluksuamiku agar kuat dengan semua ini, tapi
aku tak puunya keberanian itu.
Neneknya masih saja berbicara panjang lebar
dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian
berkata, “kau maunya gimana? Di ceraikan atau dimadu?”
Masya allah, kuatkan hati ini.. aku ingin
jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk menendengarnya, hancur hatiku. Mengapa
keluarganya bersikap seperti ini terhadapku..
Aku selalu menutupi masalah ini dari kedua
orang tuaku yang tinggal di pulau kayu, mereka sangat mengira aku sangat bahgia
2 tahun belakangan ini.
“Fish, jawab!” dengan tegas ibunya langsung
memintaku untuk menjawb.
Aku langsung memegang erat tangan suamiku.
Dengan tangan dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas.
“untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini.
Aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami”.
Aku lalu bertanya kepada suamiku, “ Ayah,
siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti. Yah?”
Suamiku menjawab “dia Laila”
Aku pun langsung menarik napas dan langsung
berbicara, “kapan pernikahannya berlangsung? Dan apa yang harus saya siapkan.
Nek?”
Ayah mertuaku menjawab “pernikahannya 2
minggu lagi”
“baiklah kalo begitu saya akan menelpon
pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus KK ke kelurahan besok” dan
setelah itu aku langsung permisi menuju kamar.
Tak tahan lagi... air mata ini akan turun,
aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar dan aku langsung duduk di
tempat tidur, ingin rasanya aku berteriak, tapi aku sendiri disini. Tk kuat
rasanya aku menerima hal ini. Cintaku telah bagi. Sakit, dan di iringi dengan
sakitnya penyakitku.
Apakah karena ini suamiku menjadi orang asing
selama 2 tahun belakangan ini?
Aku menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku
bercermin sambil bertanya tanya “sudah tidak cantkkah aku ini?”
Tiba” pintu kamar ini terbuka, ternyata
suamiku yang datang, ia berdiri di belakangku. Tak ku hapus air mata ini, aku
bersegera memandangnya dari meja cermin rias itu.
Kemudian aku sholat, dalam sholat dan tidur
aku menangis, ku hitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya.
Akupun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.
--------------------
Malam sebelum pernikahan suamiku, aku menulis
curahan hatiku di laptopku.
Di laptopku , aku menulis saat terakhirku
melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkan aku. Aku
menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas. Apa salahku? Sampai ia
berlaku sekejam itu kepadaku.
Save di my documen yang bertitle “ aku
mencintaimu suamiku”
Hari pernikahan telah siap, tapi aku tak
sanggup untuk keluar. Aku berdiri di dekat jendela. Aku melihat matahari,
karena mungkin saja aku takkan bisa melihat lagi sinarnya. Aku berdiri sangat
lama. Lalu suamiku sudah siap memakai baju pengantinnya, masuk dan berbicara
padaku.
“apakah kamu sudah siap?”
Ku hapus air mata yang menetes di wajahku
sambil berkata :
“nanti kalo dia sudah sah jadi istrimu,
ketika kamu membawa masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kamu
mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk kedalam kamr pengantin bacakan
doa di ubun”.nya sebagaimna yang kamu lakukan padaku dulu, lalu stelah
itu.....” perkataan ku terhenti karena tak sangup aku meneruskan pembicaraan
itu, aku ingin menangis meledak.
Tiba” suamiku menjawab “Lalu apa Bunda?”
Aku kaget mendengar kata itu, aku yang
tadinya menunduk seketika aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar
binar.
“bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan
barusan?” pintaku untuk meyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.
Dia mengangguk dan berkata “baik, akan aku
ulangi, lalu apa BUNDA?” sambil ia mengelus wajah dan mngusap air mataku.
Dia tersenyum sambil berkata “ kita lihat
saja nanti”, dia memelukku dan berkata, “Bunda adalah wanita yang paling kuat
yang ayah temuai selain mama”
Kemudian ia mencium keningku, aku langsung
memelukknyaerat dan berkata, “Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah
kemana saja? Mengapa ayah berubah? Aku kangen sma ayah? Aku kangen belaian
kasih sayang ayah? Aku kangen dengan manjaannya ayah? Aku kesepian ayah? Dan
satu lagi yang harus ayah tau, bahwa aku tidak pernah berzina! Dulu .. waktu
awal kita pacaran, aku memang belum bisa
melupkannya, stelah 4 bulan bersma ayah aku baru bisa nerima, jika yang
dihadapanku adalah lelaki yang aku cari, bukan brarti aku pernah berzina ayah”.
Aku langsung sujud di kakinya dan mencium kaki imamku sambil berkata “aku minta
maaf Ayah. Aku telah membuatmu susah”
Saat itu juga, diangkatnya badanku.. ia hanya
menangis.
Ia memelukku sangat lama. 2 tahun aku menanti
dirinya kembali. Tiba” perutku sakit. Dan ia bertnya “Bunda, baik” sajakan?”
tanyanya dengan penuh khwatir.
Akupun menjawab, “bisa memeluk dan melihat
kamu kembali seperti dulu itu sudah membuatku baih, Yah. Aku hanya tak bisa
bicara sekarang” karena dia akan menikah. Aku tak mau membuatnya khawatir. Dia
harus husyu menjalani acara akad nikah tsb.
Ijab qobul pun langsung di mulai di masjid.
Ketika sampai dirumah, suamiku langsung masuk
kedalam rumah saja, tanpa mencuci kakinya. Aku sangat heran. Apakah ia tak suka
dengan pernikahan ini?
Malam itu aku tidak bisa tidur, bagaimana
bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak
tahu apa yang mereka lakukan di depan sana.
1/3 malam pada saat aku ingin sholat lail aku
keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur di
sofa tengah , ku dekati lalu kulihat. Masya allah... ternyata suamiku tidak
tidur dengan wanitta ituaku duduk disofa sambil mengelus wajahnyayang lelah.
Tiba” ia memegang tangan kiriku. Tentu saja aku kaget.
“kamu datang kesini, akupun tahu” ia berkata
seperti itu. Aku tersenyum dan mengajaknya sholat lail, setelah sholat lail ia
berkata “ maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego-ku.
Besok kita pulang ke jakarta, biar Laila pulang sma papa, mama, dan adikku”
Aku meantapnya dengan penuh keheranan. Tapi
iia langsung mengajakku untuk tidur. Saat tidur ia memelukku sangat erat, aku
tersenyum saja, sudah lama ini tidak tejadi. Ya allah, apakah engkau akan
menyuruh malaikat maut untuk mncabut nyawaku sekarang ini, karena aku telah
merasakan kehadirannya saat ini, apakah engkau masih izinkan aku untuk
merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini.
Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus?”
Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih
bisa aku rasakan.
Akupun berkata “Ayah kenapa tidak tidur
dengan Lailaa?”
“Aku kangen sama Bunda, aku tak mau
menyakitimu lagi, kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois.” Dengan
lembut suamiku berkata seperti itu.
Lalu suamiku berkata “Bunda, Ayah minta maaf
telah mnelantarkan Bunda.. selama ayah di sabang, ayah dengar kalau Bunda tidak
tulus mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti mengejar harta
dan satu lagi.. ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana
isi nya kalau bunda nggak mau berbuat “seperti itu” dan tulisan seperti itu di
beri tanda kutip (“seperti itu”). Ayah ingin pingin ngomong tapi takut bunda
tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda pernah tidur dengan mantan pacar bunda
sebelum bunda bertemu dengan ayah, terus ayah dimarahi keluarga ayahkarena ayah
terlalu memanjakan bunda”.
Aku hanya menjawab “aku sudah ceritakan itu
kan. Yah. Akau tidak pernah berzina dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika
aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena
menderita mencintaimu.
Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih
karena sahabatku sendirian di kamar pengantin. Malam itu. Aku menyelesaikan
masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannyabeserta sikap keluarganya
juga.
Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh
dengan rasa benci.
Keesokan harinya..
Ketika aku ingin terbangun untuk mengambil
wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali, aku mengalami pendarahan dan
suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku.
Akupun dilarikan ke rumah sakit.
Dari kejauhan aku dengar suara dzikir
suamiku.
Aku merasakan tanganku basah.
Ketika ku buka mata ini, kulihat wajah
suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.
Ia menggenggam tanganku dengan erat dan mengatakan,
“Bunda, Ayah minta maaf..”
Berkali kali ia mengucapkan hal itu. Dalam
hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku?
Aku berkata dengan suara lirih, “Yah...!
bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda
kesana ya Yah”.
“Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya Yah!
Bunda sayang banget sama ayah”
Tiba” saja kakiku sangat sakit, sakitnya
semakin ke atas, kakiku sudah tidak bisa bergerak lagi, aku tak kuat lagi
memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.
Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat
syahadat dan dan di tutup dengan kalimat tahlil.
Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti
diriku.
Aku bahagia selalu menemaninya dalam suka dan
duka.
Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan
dari kami pacaran sampai kami menikah.
Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah
Nafasku..
Untuk ibu mertuaku “Maafkan aku telah hadir
dalam kehidupan anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu. Ketahuilah Ma.
Dari dulu aku selalu berdoa agar mama mersetui hubungan kami.
Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah
menyuruhnya untuk durhaka kepadamu.dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu
inginkan dari anakmu.
--------------------------
“dan kini aku telah mebawamu ke orang tuamu,
Bunda”
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama
Laila di pulau kayu ini.
Aku akan membawakanmu bunga mawar yang
berwarna pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri”.
Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat
tidur.
Bunda akan selalu hidup di hati ayah.
Bunda..! dina tak sepertimu yang tak pernah
marah.
Dina sangat berdeda denganmu, ia tak pernah
mebersihkan telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak
pernah di cucinya.
Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2
tahun, kamu sakitpun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu.
Seandainya ayah tak menelantarkan bunda,
mungkin ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan bunda yang halus.
Sekarang ayah sadar, bahwa ayah sangat
membutuhkan bunda.
Bunda.. kamu wanita yang paling tegar yang pernah
kutemui.
Aku menyesal telah asik dalam egoan-ku.
Bunda, maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis.
Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang panjang.
“Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan
membahagiakanmu, aku selalu mengiyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi
anak durhaka”.
Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh
keluargaku, aku percaya begitu saja.
Apakah bunda akan mendapat pengganti ayah di
surga sana?
Apakah bunda tetap menanti ayah di sana?
Tetap setia di alam sana?
Tunggulah ayah disana bunda.
Bisakan? Seperti bunda menunggu ayah di
sini.. Aku mohon.
“Ayah Sayang Bunda”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar